Senin, 20 Agustus 2012

tugaaas gua..hahahha "syarat lulus ujian" > stase pertama


NEUROMUSCULAR BLOCKING AGENTS

Obat muscle relaksan adalah obat yang digunakan untuk melemaskan otot rangka atau untuk melumpuhkan otot. Biasanya digunakan sebelum operasi untuk mempermudah suatu operasi atau memasukan suatu alat ke dalam tubuh. Obat relaksan otot yang beredar di Indonesia terbagi dalam dua kelompok obat yaitu obat pelumpuh otot dan obat pelemas otot yang bekerja sentral
Relaksasi dari otot skelet dapat terjadi oleh anestesi dalam, regional blok, dan pelumpuh otot. 1942, Harold Griffith mempublikasikan  hasil dari ekstrak kurare (racun panah Amerika Selatan) selama anesthesia. Setalah itu pelumpuh otot menjadi hal rutin. Tapi tidak menyebabkan anesthesia. Dengan kata lain pelumpuh otot tidak membuat tidak sadar, amnesia atau analgesia.

A.    FARMAKOLOGI DASAR OBAT-OBAT PELUMPUH OTOT
            Berdasarkn ernedaan mekanisme kerja dan durasi kerjanya, obat-obat pelumpuh otot dapat dibagi menjadi pelumpuh otot depolarisasi (meniru kerja Ach) dan nondepolarisasi (mengganggu kerja Ach). Non depolarisasi dibagi kedalam 3 grup lagi, yaitu obat kerja lama, sedang dan singkat. Obat-obat pelumpuh otot dapat berupa senyawa benzilisokuinolin atau aminosteroid. Obat-obat pelumuh otot membentuk blockade saraf otot fase I depolarisasi dan blockade saraf otot fase II depolarisasi atau non-depolarisasi.
Struktur Kimia
            Semua obat pelumpuh otot memiliki kemiripan struktur dengan asetikolin (Ach).  Ciri kimiawi lain yang dimiliki oleh semua pelumpuh otot adalah keberadaan satu dua atom ammonium kuartener yang memberi muatan positif pada nitrogen untuk berikatan pada reseptor nikotinik membuat obat-obat ini sulit dalam lemakdan menghambat masuknya kesistem saraf pusat.

B.     FARMAKODINAMIK OBAT-OBAT PELUMPUH OTOT
            Farmakodinamik obat-obat pelumpuh otot ini ditentukan dengan mengukur kecepatan onset dan durasi blockade saraf otot. Secara klinis metode pengukuran ini dilakukan dengan mengamati atau merekam respon otot skeletal yang ditimbulkan oleh stimulus elektrik yang dikirim dari stimulator saraf perifer. Paling sering dilakukan untuk menentukan efek pelumpuh otot ini adalah kontraksi dri m.adductor pollicis (respon kedutan panggul tunggal sampai/Hz) setelah stimulasi n.ulnaris.
            Obat pelumpuh otot mempengaruhu otot skeletal yang kecil dan cepat (mata digiti) sebelum otot abdomen (diafragma). Onset blockade saraf otot setelah pemberian obat pelumpuh otot non-depolarisasi lenih cepat namun kurang intens pada otot-otot laring daripada otot perifer (m.adductor pollicis). Konsentrasi reseptor Ach lebih banyak untuk memblok otot tipe ceat disbanding otot tipe lambat. Semakin cepat onset kerja pada otot pita suara dari pada m.adducor pollicis semakin cepat pula ekuilibriumm plasma dan konsentrasi pada otot-otot jalan nafas saat dibandingkan dengan m.aductor pollicis. Dengan adanya obat pelumpuh otot no-depolarisasi kerja sedang dan singkat periode paralisis ott laring adalah lebih cepat dan hilang sebelum mencapai efek maksimum pada m.adductor pollicis.

C.    FARMAKOKINETIK OBAT PELUMPOH OTOT
            Obat pelumpuh otot adalah kelompok ammonium kuarterner  yang merupakan larut dalam air yang mudah terionisasi pada pH fisiologis dan kelarutan terbatas dalam lipid. Volume distribusi sama dengan volume cairan ekstravaskuler (kira-kira 200 ml/kg) obat pelumpuh otot mudah elewati sawar membrane lipid, epitel tubulus renal, epitel gastriestetinal atau plasena. Oleh karena itu, tidak dapat mempengaruhi system saraf pusat, reabsorpsinya ditubulus renal minimal, absorpsi oral tidak efektif dan pemberian pada ibu hail tidak mempengaruhi fetus. Redistribusi obat pelumpuh otot ini juga terjadi pada non-depolarisasi.
            Farmakokinetik obat non-depolarisasi dihitung setelah pemberian cepat intravena. Obat pelumpuh otot yang hlag dari plasma dicirikan dengan penurunan inisial cepat diikuti penurunan yang lambat (klirens).  Bila volume distribusi menurun akibat penigkatan ikatan protein dehidrasi atau perdarahan akut dosis obat yang sama menghasilkan konsentrasi plasma yang lebih tinggi dan potensi nyata akumulasi obat. Waktu paruh eliminasi obat pelumpuh otot tidakdapat dihubungkan dengan durasi erja obat-obat saat diberikan injeksi cepat intravena.

D.    TRANSMISI NEUROMUSKULAR
Daerah antara motor neuron dan sel otot adalah neuromuscular junction, dimana dipisahkan oleh synaptic clap. Ketika terjadi potensiasi di ujung saraf, masuk ion kalsium melalui kalsium chanel voltage gated menuju sitoplasma sel, sehingga melepaskan acetylcholine (Ach). Molekul Ach ini berdifusi melewati sinaptik cleft untuk berikatan dengan reseptor nikotinik kolinergik pada motor end-plate. Setiap neuromuscular junction memiliki 5 juta reseptor ini, tapi hanya dibutuhkan 500.000 reseptor untuk kontraksi normal otot.
Setiap Ach reseptor memiliki 5 subunit protein, 2 subunit α, dan satu unit ß,δ,ε. Hanya 2 subunit α  yg mengikat Ach. Channel akan terbuka apabila Ach pada satu sisi. Berbeda dengan alfa, epsilon subunit terdapat pada otot fetus, menunjukan juga terdapat pada extrajunctional. Kation memasuki chanel reseptor Ach membuat end-plate potential. Membuat extraseluler terionisasi. Setelah endplate potential besar terdepolarisasi kuat maka sodium chanel akan terbuka. Menyebabkan terlepasnya kalsium kedalam reticulum sarkoplasma, yang menyebabkan berinteraksinya protein aktin dan myosin sehingga menyebabkan kontraksi otot. Ach pun meningkat.
Ach kemudian terhidrolisa menjadi asetat dan kolin oleh substrat enzyme spesifik asetilkolinesterase. Enzim ini menempel pada motor end plate membrane, sehingga menyebabkan endplate terepolarisasi  yang menyebabkan sodium channel dari membrane otot menutup juga. Kalsium keluar dari reticulum sarkoplasma, kemudian otot menjadi relax.

E.     PERBEDAAN BLOKADE DEPOLARISASI DAN NONDEPOLARISASI
1.      Cara kerja
Berdasarkan mekanisme kerja obat pelumpuh otot pada pertemuan neuromuscular.
1)      Depolarisasi
Golongan obat yang menimbulkan depolarisasi pelumpuh otot menyerupai asetilkolin (Ach) sehngga akan terikat pada reseptor ACh dan menimbulkan potensial aksi dari otot skeletal karena terbukanya kanal natrium. Namun tidak seperti ACh obat ini tidak langsung dimetabolisme oleh asetilkolin esterase, sehingga konsentrasinya di celah sinap akan menetap lebih lama yang akan menghasilkan pemanjangan depolarisasi dari lempeng pertemuan otot skeletal.
Adanya potensial aksi pada lempeng pertemuan otot skeletal ini akan menyebabkan potensial aksi pada membran otot, yang akan membuka kanal sodium dalam waktu tertentu. Setelah tertutup kembali kanal ini tidak dapat terbuka kembali sebelum terjadi repolarisasi dari lempeng motorik, yang disini tidak juga akan terjadi sebelum obat yang menyebabkan depolarisasi meninggalkan reseptor yang didudukinya. Sementara itu setelah kanal sodium di peri junctional tertutup, otot akan kembali pada posisi relaksasi dan akan berlanjut sampai obat golongan ini dihidrolisis oleh enzim pseudo cholinesterase yang terdapat di plasma dan di hati. Umumnya proses ini berlangsung dalam waktu yang singkat sehingga tidak dibutuhkan obatspesifik untuk melawan efek relaksasi dari obat golongan depolarisasi ini.
            Ciri-ciri kelumpuhan :
·         Ada fasikulasi otot
·         Berpotensi dengan antikoliestrase
·         Kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat non-depolarsasi dan asidosis
·         Tidak menunjukkan kelumpuhan yang bertahap paa perangsangan tunggal maupun tetanik.
·         Belum diatasi dengan obat spesifik.
2)      Non-depolarisasi
Pelumpuh otot Non-depolarisasi bekerja sebagai kompetitif antagonis. Sebagai contoh pada kondisi dimana berhubungan dengan sedikit reseptor ACh (down regulasi pada myasthenia gravis) menunjukan resistensi pada relaksan yang depolarisasi sedang sensitivitas meningkan pada pelumpuh otot yang nondepolarisasi.
Obat golongan non-depolarisasi terikat juga pada reseptor ACh namun tidak menyebabkan terbukanya kanal natrium sehingga tidak terjadi kontraksi otot skeletal, karena tidak timbul potensial aksi pada lempeng akhir motorik. Obat golongan ini akan menetap pada reseptor ACh (kecuali Atracurium dan Mivacurium) sampai terjadi redistribusi, metabolisme ataupun eliminasi obat ini dari dalam tubuh, dapat juga dengan pemberian obat yang bersifat melawan daya kerja obat ini. Cara melawannya dengan menekan fungsi asetilkolinesterase sehingga meningkatkan konsentrasi ACh, untuk dapat berkompetisi dalam menduduki reseptor ACh dan menghilangkan efek blok yang ditimbulkan oleh obat golongan non-depolarisasi.

Table 9–1. Depolarizing and Nondepolarizing Muscle Relaxants.
No

Dosis Awal (mg/kgBB)
Dosis Rumatan (mg/kgBB
Durasi (menit)
ESO

Depolarisasi




1
Suksinilkolin




2
Dekametonium





Non-depolarisasi





Long Acting




1
d-tubocurarine
0,40-0,60
0,10
30-60
hipotensi
2
Pankurorium
0,08-0,12
0,15-0,02
30-60
Vagolitis,takikardi
3
Metakurium
0,20-0,40
0,05
40-60
Hipotensi
4
Pipkurorium
0,05-0,12
0,01-0,015
40-60
Kardiovaskular
5
Doksakurium
0,02-0,08
0,005-0,01
40-60
Stabil
6
Alkurium (alloferin)
0,15-0,30
0,05
40-60
Vagolitis,takikardi

Intermediate-acting




1
Gallamin
4-6
0,5
30-60
Hipotensi+histamine
2
Atracurium
0,5-0,6
0,1
20-45
Aman untuk hepar
3
Vekurorium
0,1-0,2
0,015-0,02
25-45
Dan ginjal
4
Rokurorium
0,6-1,0
0,1-0,15
30-60

5
Cistacurorium
0,15-0,2
0,02
30-45


Short-Acting




1
Mivacurium
0,2-0,25
0,05
10-15
Hipotensi+histamine
2
Ropacurorium
1,5-2,0
0,3-0,15
15-30
Hipotensi+histamine
Sumber : buku Anesthesiology FK UI

Jumlah obat bebas dalam sirkulasi adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan jumlah obat yang dapat mencapai target organ. Begitu obat diberikan, secara intravena, maka konsentrasinya dalam sirkulasi ditentukan oleh jumlah dan dosis obat yang diberikan, kecepatan pemberian dan kecepatan sirkulasi. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah banyaknya obat yang diikat oleh protein plasma, dimana semakin banyak yang terikat oleh protein plasma semakin sedikit obat yang akan berdifusi keluar dari sirkulasi menuju tempat kerjanya di pertemuan neuromuskular.
Kecepatan perpindahan obat dari sirkulasi ke pertemuan neuromuscular dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertemuan neuromuskular secara umum mendapat perfusi yang lebih cepat dibandingkan otot secara keseluruhan. Ini terjadi karena tidak banyaknya membran yang harus dilalui untuk mencapai tempat kerja dari obat ini, begitu keluar dari kapiler obat langsung berada di post junctional membrane dan langsung ke terminal motorik. Jadi hanya diperlukan penyebaran ke ruang ekstraselular, tanpa harus melewati membran sel.
Penurunan konsentrasi obat dalam sirkulasi terbagi dalam dua fase. Setelah  pemberian konsentrasi menurun secara cepat karena proses distibusi ke berbagai jaringan, diikuti oleh fase lambat yang terjadi karena pengeluaran obat melalui ginjal dan empedu. Karena obat pelumpuh otot sangat mudah terionisasi dalam sirkulasi yang mana akan menjadikannya sulit untuk melewati membran sel, hal ini membuatnya mempunyai nilai volume distribusi yang kecil. VD pada awal pemberian adalah 80-140 ml/kg, sedangkan pada keadaan stabil (VD ss) adalah 200-450 ml/kg. Ini menunjukkan bahwa obat pelumpuh otot tidak tersebar secara luas dalam tubuh. Sebagai perbandingan dapat dilihat obat yang sangat larut dalam lemak (sehingga mudah menembus membran sel) seperti thiopenthal yang mempunyai VD ss mencapai 2 liter / kg.
Pengeluaran obat pelumpuh otot dari sirkulasi terjadi melalui tiga proses. Yang pertama adalah biotransformasi. Succinylcholine dan atracurium adalah contoh obat yang dimetabolisme secara langsung di plasma oleh pseudocholineesterase, pancuronium dan vecuronium dimetabolisme di hati, sedangkan +-tubocurarine dan gallamine dikeluarkan dalam bentuk utuh. Ekskresi melalui ginjal dan empedu adalah proses berikutnya untuk mengeluaran obat-obat tersebut dari sirkulasi dan kemudian keluar dari dalam tubuh.

F.     MEKANISME NONKLASIK DARI PELUMPUH OTOT
Beberapa obat dapat mengganggu fungsi dari reseptor ACh contohnya zat inhalasi, lokal anestesi dan ketamin.  Obat yang dapat menyebabkan tertutrupnya channel adalah neostigmin, antibiotik, kokain dan  quinidin.
G.    REVERSAL DARI PELUMPUH OTOT
Karena pelumpuh yang depolarisasi tidak dimetabolisme oleh asetilkolinesterase, dihidrolisa didalam plasma dan hati oleh enzim lain, pseudokolinesterase. Untungnya kerjanya cepat, karena tidak ada obat yang merupakan reversenya. Kecuali mivacurium,  pelumpuh otot non-depolarisasi tidak dimetabolisme oleh asetilkolin atau pseudoasetilkolinesterase.reverse tergantung distribusi, metabolisme, dan eksresi dari relaksan yang menghambat aktivitas enzim asetilkolinesterase.  Jadi tidak ada obat yang dapat mereverse blokade depolarisasi. Kenyataaanya, kolinesterse inhibitors dapat menyebabkan perpanjangan blokade depolarisasi.

H.    RESPON TERHADAP STIMULASI SARAF PERIFER
Penggunaan stimulator saraf perifer untuk monitor fungsi neuromuskular. 4 pola dari stimulasi elektrik dengan supramaksimal square wave pulse :
  1. tetany : sustaines stimulus 50 -100 Hz, selama 5 detik
  2. Twich : denyut tunggal 0,2 ms lamanya
  3. Train of four : 4 denyutan selama 2 detik, masing-masing selama 0,2 ms
  4. Double burst stimulation (DBS) : 3 short (0,2 ms) frekuensi tinggi stimulasi dibahi oleh 20 ms interval dan diikuti 750ms berikutnya oleh 2 atau 3 impulse tambahan.
Kemampuan dari stimulus tetanik selama blockade partial nondepolarisasi meningkatkan respon disebut potensiasi posttetanik. Fenomena ini berhubungan dengan peningkatan mobilisasi Ach.

I.       PELUMPUH OTOT DEPOLARISASI
1.      Succinylcholine
Merupakan satu-satunya obat yang digunakan untuk sekarang ini. Disebut juga diacethylcholin atau suxamethonium, terdiri dari 2 buah molekul Ach.
Metabolisme dan Eksresi
Onset yang cepat (30-60 detik) dan durasi yang pendek (kurang dari 10 menit). Onset yang cepat berhubungan dengan sifat yang memiliki kelarutan dalam lemak rendah. Begitu suksinil kolin masuk kedalam sirkulasi, sebagian besar dimetabolisme oleh pseudocholinesterase menjadi suksinil monokolin.
Proses ini sangat efisien sehingga hanya fraksi kecil saja yang mencapai neuromuskuler junction.  Durasi dari kerja obat akan diperlama ketika dosis besar atau metabolisme abnormal, yang terjadi pada hipotermi, level pseudocholinesterase rendah. Hipotermi menyebabkan penurunan dari hidrolisis, rendahnya level pseudocholinesterase dikarenakan kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan menggunakan obat tertentu.yang dapat menurunkan kerjanya (2-20 menit).
Satu dari 50 pasien memiliki satu normal dan satu abnormal gene psuedocholinesterase, dilihat dari blok yang rendah ( 20-30 menit). Bahkan lebih sedikit lagi (1 dari 3000) pasien memiliki 2 gen abnormal yang memproduksi enzim yang memiliki afinitas yang kecil terhadap suksinil kholin. Berbeda dengan dengan yang memiliki 2 hingga 3 kali lamanya blok, pasien dengan enzim atipikal homozygous memiliki waktu blok yang sangat lama.satu dari gen yang diketahui ( dibukain resisten) memiliki 1/100 dari normal afinitas terhadap suksinil kholin, jenis lain resisten fluoride dan tidak ada aktivitas.
Dibukain, anestesi lokal, menghambat aktivitas pseudocholinesterase normal 80 %, tetapi menghambat aktivitas enzyme atipikal hanya 20 %. Serum dari individu yang memiliki heteroazigos untuk atipikal enzim dikategotikan oleh inhibisi intermediet 40-60%. Persentasi itu disebut nomor dibukain. Nomer itu proporsional dengan fungsi pseudokolin esterase dan beberapa enzim lainnya. Oleh karena itu, akekuat dari pseudokolinesterase dapat dilihat dari hasil laboratorium kuantitatif unit per liter ( factor minor) dan kualitatif ( factor mayor). Paralysis yang diperpanjang dari suksinil kholin disebabkan oleh pseudokolin esterase yang abnormal ( atipikal kolinesterase) yang harus dilakukan ventilasi mekanik sampai fungsi otot kembali ke normal.
Interaksi Obat
Efek dari pelumpuh otot dapat dapat dimodifikasi dari terapi obat bersama. Suksinil kholin memiliki 2 interaksi yang khusus.
1)      Kolinesterase inhibitor
Walaupun kolinesterase inhibitor menyebabkan kebalikan dari paralysis non depolarisasi, mereka memperpanjang depolarisasi blok fase 1 dengan 2 mekanisme : menginhibisi asetilkolinesterase dan juga menurunkan hidrolisis dari suksinilkholin dengan cara menghambat pseudokolinesterase.
2)      Relaksan non depolarisasi
Secara umum, dosis kecil dari relaksan non depolarisasi menyebabkan depolarisasi blok fase 1. kecuali pancuronium, dimana menginhibisi pseudokolinesterase.
Dosis intubasi dari suksinilkholin menurunkan atrakuriun dan rocuronium kiria-kira 30 menit. Tidak ada laporan tentang obat yang lainnya.
Dosis
Karena onset yang cepat, durasi yang singkat dan harga yang murah, orang banyak yang menggunakan untuk intubasi pada orang dewasa. Dasisnya 1 -1,5 mg/ kg intravena. 0,5 mg masih dapat digunakan jika tidak digunakan nondepolarisasi untuk defasikulasi. Dosis kecil ulangan 10 mg atau drip  1 g dalam 500 atau 1000ml dapat digunakan Methylen biru digunakan untuk membedakan dengan cairan yang lainnya.
Karena suksinilkholin tidak larut dalam lemak, distribusinya terbatas ke ekstaseluler. Anak2 memiliki ruangan ekstraseluler yang lebih besar. Sehingga dosis yang diperlukan untuk anak anak lebih besar. Jika pada anak diberikan suksinil kolin dengan dosis 4-5 mg /kg secara im tidak selalu terjadi paralysis komplit. Suksnil kholin sebaiknya disimpan didalam lemari es (2-8 C), dan digunakan 14 hari setelah dikeluarkan dari lemari es atau terkena paparan suhu ruangan.
Efek samping dan manifestasi klinis
Suksinil kholin merupakan obat yang relative aman bila kita memahami komplikasi yang mungkin terjadi dan dapat mencegahnya. Karena risiko terjadinya hiperkalemia, rhabdomyolisis dan henti jantung pada anak-anak , jadi suksinil kholin merupakan kontraindikasi dari pemberian rutin pada anak-anak dan remaja. Jika tidak terjadi sulit jalan nafas atau perut yang penuh, klinisi juga menghindari suksinilkholin digunakan untuk orang dewasa. Tetapi masih tetap digunakan karena tidak adanya obat nondepol yang memiliki masa kerja seperti suksinilkolin.
1)      Kardiovaskuler
Tidak hanya menstimulasi nicotinic kolinergik reseptor tapi juga menstimulasi seluruh reseptor asetilkolin. Dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan tekanan darah dan denyut nadi. Dosis kecil menurunkan sedangkan dosis besar meningkatkan tekanan darah dan nadi. Dapat terjadi bradikardi pada anak kecil, orang dewasa bradikardi terjadi apabila bolus kedua setelah 3 – 8  menit bolus pertama. IV atropine ( 0,02 mg/kg anak, 0,4 mg dewasa) diberikan untuk  mencegah bradikardi
2)      Fasikulasi
Kontraksi otot yang terlihat, dapat dicegah dengan pemberian yang nondepolarisasi. Pemberian suksinilkolin 1,4 mg/kg. Fasikulasi tidak terlihat pada anak kecil dan orang tua.
3)      Hiperkalemia
Setiap pemberian suksinilkolin meningkatkan serum potasium 0,5 mEq/L. Dapat berbahaya pada luka bakar, trauma masif, gangguan neurologik. Dapat menyebabkan henti jantung.
4)      Nyeri Otot
Terutama pada wanita. Pemberian rocuronium 0,06-0,1 mg/kg sebelum pemberian suksinilkolin dilaporkan efektif dalam mencegah fasikulasi dan menurunkan nyeri otot postoperatif. Pemberian NSAID dapat juga mengurangi kejadian dan keparahan dari nyeri otot.
5)      Peningkatan Tekanan Intragaster
Fasikulasi dari dinding perut meningkatkan tekanan didalam gaster dimana terjadi peningkatan tonus spingter esofagus bagian bawah.
6)      Peningkatan Tekanan Intraokuler
Depolarisasi otot yang panjang dan kontraksi dari otot extraoculer setelah pemberian suksinilkolin meningkatkan tekanan intraokuler dan dapat menyebabkan cedera pada mata.
7)      Kekakuan Otot Masseter
Suksinilkolin dapat menyebabkan sulitnya membuka rahang. Dan juga dapat menyebabkan terjadinya malignant hipertemi.
8)      Malignant Hipetermi
Merupakan trigger untuk terjadinya malignant hipertemi
9)      Kontraksi Otot
Dapat menyebabkan myoklonus setelah pemberian suksinilkolin


10)  Prolong Paralisis
Pasien dengan jumlah pseudocolinesterase yang rendah memiliki durasi yang lebih lama, dimana pasien dengan atipikal pseusocolinesterase juga paralisis akan panjang.
11)  Tekanan Intrakranial
Terjadi peningkatan aliran darah ke otak dan tekanan intrakranial. Peningkatan ini dapat diatasi dengan penanganan airway yang baik dan hiperventilasi. Dapat dikurangi dengan pemberian pelemas otot nondepol dan lidokain iv (1,5 – 2,0 mg/kg) 2-3 menit sebelum intubasi.
12)  Histamin Release
Sedikit terjadi perlepasan histamin

Kontraindikasi Absolut :
·         Hiperkalemia >>5,5 mEq/L, misal pada gagal ginjal
·         Kelainan otot, malignat hipertermia, myastenia gravis, uscular dystropy
·         Trauma otot massive
·         Lika bakar, 7-60 hari
·         Luka tusuk orbita, karena dapat menyebabkan tekanan intraokuler
·         Gangguan neurologi, parapelgia, neurodegenerative disease.

J.      PELUMPUH OTOT NONDEPOLARISASI
Terdapat beberapa macam, secara kimiawi terdiri dari benzylisoquinolines atau steroid. Steroid dapat menyebabkan vagolitik sedangkan benzylisoquinolines menyebabkan pelepasan histamin.
            Manfaat obat pelumpuh otot non-depolarisasi dibidang anestesiologi antara lain :
1)      Kenyamanan dalam intubasi atau mengurangi cidera dalam tindakan laringoskopi intubasi trakea.
Walaupun dosis yang lebih besar dapat mempercepat onset, tapi dapat menyebabkan perpanjangan durasi pelemas otot. Semakin besar potensi pelemas otot nondepolarisasi semakin lama onsetnya.
Pemberian 10 – 15 % dosis intubasi 5 menit sebelum dapat memberikan reseptor yang cukup sehingga dapat mempercepat onset intubasi, 60 detik pada penggunaan rocuronium atau 90 detik pelemas otot nondepolarisasi yang intermediate acting.  Pemberian dosis awal ini dapat menyebabkan gangguan dari fungsi respirasi dan dapat menyebabkan penurunan saturasi oksigen, efek negatif ini lebih sering pada pasien dewasa.
2)      Mencegah terjadinya fasikulasi otot karena obat pelumpuh otot depolarisasi.
Untuk mencegah fasikulasi, 10 – 15 % dosis pelemas otot nondepolarisasi diberikan 5 menit sebelum suksinilkolin. Penggunaan tubokurarin dan rocuronium harus menjadi perhatian; tubekurarin sudah tidak ada lagi di Amerika Serikat. Karena sifat antagonis antara kebanyakan pelemas nondepol dan blok fase 1, dosis suksinil harus dinaikkan menjadi 1,5 mg/kg.
3)      Membuat relaksasi selama tindan pembedahan
Diperlukan untuk memfasilitasi operasi, terutama operasi abdomen, atau memerlukan kontrol ventilasi, monitoring dengan stimulator saraf membantu mencegah berlebih atau kurangnya pelemas otot, adanya sisa pelemas otot pada ruang perawaatan setelah operasi. Dosis rumatan dengan drip iv harus sesuai dengan stimulator saraf atau keadaan klinis. Ketika menggunakan relaksan untuk rumatan, maka kecepatan harus lebih cepat dari rata-rata untuk dapat mengembalikan transmisi neuromuskuler.
4)      Memudahkan pernapasan kendali selama anestesia atau potensiasi inhalasi
Volatile mengurangi kebutuhan relaksan sampai 15%. Untuk postsinaptik augmentasi tergantung dari anestetik inhalasi ( desfluran>sevofluran>isofluran> enfluran> halotan> N2O) dan kebutuhan relaksan ( pancuronium > vecuronium dan atracurium). Volatil anestesi mempengaruhi afinitas dari pelemas otot nondepol telah diketahui.
5)      Potensiasi dengan pelumpuh otot nondepolrisasi lainnya
Kombinasi dengan relaksan lainnya ( mivacurium dan pancuronium) memberikan hasil yang lebih baik daripada tambahan pelemas otot. Hal ini dikarenakan adanya kerusakan pada saat augmentasi.




Adapula dampak dari pemberian pelumpuh otot non-depolarisasi, yaitu :
1)      Efek samping otonom Non-Depolarisasi
Dosis secara klinis, nondepolarisi dapat dibedakan dari efeknya terhadap nikotinik atau muscarinik kolinergik reseptor. Obat lama (tubokuronium dan metokurine) memblok ganglia otonom, menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung, dan respon dari hipotensi dan stress didalam operasi. Berbeda dengan pacuronium yang menghambat reseptor vagal muskarinik sehingga menyebabkan takikardi. Semua pelemas nondepol yang terbaru, atrakurium,cisatrakurium, mivakurium, doxacurium vecuronium dan pipecuronium memberikan efek otonom yang signifikan pada dosis yang direkomendasikan.
2)      Pelepasan Histamin
Menyebabkan spasme bronkhus, kulit kemerahan dan hipotensi karena vasodilatasi perifer. Baik atrakurium maupun mivakurium dapat menyebabkan pelepasan histamin, terutama pada dosis yang besar. Penyuntikan yang lambat dan H1 da H2 antihistamin sebelumnya menghilangkan efek ini.
3)      Hepatic Clearence
Hanya pankuronium dan vecuronium yang metabolisme signifikan di hepar. Vecuronium dn rocuronium tergantum dari ekskresi bilier. Gangguan liver menyebabkan prolong dari pancuronium dan rocuronium sedikit efek pada vekuronium dan tidak berefek pada pipekuronium. Atrakurium cisatracurium dan mivakurium tergantung ddari mekanisme diluar hepar. Penyakit liver yang berat tidak berefek pada atrakurium tapi menurunkan metabolisme mivakurium.
4)      Ekresi Ginjal
Doxacurium, pancuronium, vecuronium dan pipecuronium diekresi di ginjal, sehingga kerusakan ginjal memperlama kerjanya. Sedangkan atrakurium, cisatrakurium dan mivakurium dan rocuronium tidak tergantung dari fungsi ginjal.

Farmakologik umum obat pelumpuh otot non-depolarisasi
Beberapa hal yang mempengaruhi kerja dari pelemas otot nondepolarisasi
1)      Temperatur
Hipotermi memperlambat kerja dengan menurunkan metabolisme (mivacurium, atrakurium dan cisatrakurium) dan memperlambat pengeluaran (pancuronium dan vecuronium).

2)      Keseimbangan Asam Basa
Asidosis respiratorik mempotensiasi blockade dari pelemas otot dan antagonis terhadap reversenya.Efeknya tergantung juga dari pH ekstraseluler, pH intraseluler, konsentrasi elektrolit dan perbedaan struktur antara masing-masing obat.
3)      Abnormal Elektrolit
Hypokalemia dan hypokalsemi meningkatkan kerja pelemas nondepol. Hyperkalemia belum diketahui. Hypermagnesia potensiasi blokade non depoldengan kompetisis dengan kalsium pada motor end-plate.
4)      Umur
Neonatus meningkat sensitivitasnya. Peningkatan sensitivitas ini tidak berhubungan langsung dengan kebutuhan dosisnya. Karena besarnya area extraseluler pada neonatus.
5)      Interaksi Obat
Banyak obat yang mempotensiasi pelemas otot, interaksi pada beberapa tempat : struktur prejunctional, postjunctional reseptor kolinergik, dan membran otot.
6)      Penyakit Penyerta
Gangguan neurologis dan otot mempengaruhi kerja pelemas otot. Gangguan hati dan gangguan ginjal terjadi peningkatan volume distribusi dan penurunan konsentrasi didalam plasma. Sehingga memerlukan dosis awal yang besar tetapi dosis rumatan yang kecil.
7)      Kelompok Otot
Onset masing-masing berbeda tergantung aliran darah, jarak dengan sirkulasi sentral dan perbedaan tipe serabut. Diapragma, rahang, laring dan otot wajah (orbikularis oris) rewspon dan kembali lebih cepat dibandingkan jempol. ED95 untuk otot laring hampir 2 x lipat daripada otot adduktor pollicis. Intubasi yang baik berhubungan dengan hilangnya respon orbicularis oculi respon.
Karena banyak factor yang mempengaruhi lamanya kerja dari pelemas otot, maka tiap individu memberikan respon yang berbeda. Rekomendasi dosis harus dimonitor untuk masing-masing individu. Perbedaan yang besar pada pelemas nondepol terjadi pada praktik klinis.

Ciri-ciri kelumpuhan otot Non-deolarisasi
·         Tidak ada fasikulasi otot
·         Berpotensi dengan hypokalemia, hipotermia, obat anastetik inhalasi (eter, halotan, enfluran, isofluran)
·         Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada perangsangan tunggal atau tetanik.
·         Dapat diantagonis oleh antikolinesterase.

1.      D-TUBOKURARIN
Struktur fisik
Merupakan alkaloid kuartener, suatu derivate isoquinolin yang berasal dari tanaman tropis Chondronderon tomentosum. Pada dosis terapeutik menyebabkan kelumpuhan otot mulai dengan ptosis, diplopia, otot muka, rahang, leher dan eksremitas. Paralisis otot dinding abdomen dan diafragma terjadi paling akhir. Lama paralisis bervariasi antara 15-50 menit.
Sifat
Blockade ganglion simpatis, dilatasikapiler, inotropic negative. Ekresi terjadi di ginjal, kadang-kadang hepar.
Kontraindikasi
·         Asma bronchial
·         Renal disfungsi
·         Myasthenia grevis
·         Diabetes mellitus
·         Hipotesi
Dosis
-          Paralisis otot intraabdomen : 10-15 mg
-          Intubasi traea : 10-20 mg
Dilakukan secara intravena atau inramuskular, dengan efek samping hipotensi dan bradikardia. Reaksi utama yang sering terjadi adalah :
·         Kardiovaskular : hipotensi, vasodilatasi, takikardia sinus, bradikardi sinus
·         Pulmonary : hipoventilasi, apnue, bronkospasme, laringospasme, dyspnue
·         Muskuloskelet : apabila tidak adekuat akan menyebabkan blok lama
·         Dermatologi : ruam dan urtikaria
2.      PANCURONIUM
Struktur fisik
Cincin Steroid dari 2 molekul Ach ( relaksasi  bisquaternary). Pancuronium adalah pelumpuh otot golongan non-depolarisasi dengan mula kerja yang lambat dan masa kerja panjang. Masa kerja obat golongan ini ditentukan oleh konsentrasinya di plasma yang akan menurun sampai batas minimal yang dapat menimbulkan efek blok pada otot skeletal
Metabolisme dan eksresi
Dimetabolisme oleh hepar. Eksresi terutama pada ginjal 40%, sebagian oleh empedu (10%). Eliminasi pancuronium melambat bila ada gagal  ginjal. Pasien dengan sirosis membutuhkan dosis awal yang besar tapi dosis rumatan yang kecil karena penurunan plasma clearance.
Dosis
0,08 – 0,12 mg/kg pancuronium memberikan relaksasi adekuat untuk intubasi 2 – 3 menit. Selama operasi dosis awal 0,04 mg/kg diikuti setiap 20 – 40 menit dengan 0,01 mg/kg.Anak-anak membutuhkan dosis lebih besar. Sediaan cairan 1 sampai 2 mg/cc disimpan dalam suhu 2 – 8 0C  dan stabil selama 6 bulan pada suhu ruangan.
Efek samping dan pertimbangan klinis
1)      Hipertensi dan Takikardi
Terjadi karena vagal refleks dan stimulasi simpatis. Perhatian bila memberikan pancuronium pada pasien dengan peningkatan denyut jantung. ( penyakit jantung koroner, stenosis subaortik hipertropic idiopathic)
2)      Aritmia
Peningkatan konduksi atrioventikuler dan pelepasan katekolamin menyebabkan disritmia. Kombinasi pancuronium, trisiclic antidepressant dan halotan dapat menyebabkan aritmogenik.
3)      Reaksi Alergi
Hipersensitif pada bromida dapat menyebabkan reaksi alergi pada pancuronium




3.      PIPEKURORIUM
Struktur Fisik
Struktur steroid bisquaternary, mirip pancuronium.
Metabolisme dan eksresi
Terutama pada ginjal 70% dan empedu 20%. Masa kerja memanjang pada pasien dengan gagal ginjal, tapi    tidak pada pasien insufisiensi hati.
Dosis
Lebih poten dibandingkan pancuronium. Dosis intubasi 0,06 – 0,1 mg/kg. relaksasi rumatan berkurang 20% bila digabung dengan pancuronium. Infants memerlukan dosis yang lebih kecil dibandingkan anaK kecil dan dewasa.
Efek samping dan pertimbangan klinis
Tidak ada efek kardiovaskuler dan tidak ada pelepasan histamine. Onset dan durasi sama seperti pancuronium

4.      DOXACURIUM
Struktur Fisik
Merupakan coumpound benzylisoquinoline mirip dengan mivacurium dan atracurium
Metabolisme dan eksresi
Rute eliminasinya dengan eksresi ginjal. Durasi dari doxacurium memanjang dan bervariabel pada pasien penyakit ginjal. Eksresi melalui hepatobiliar tidak terlalu banyak.
Dosis
Dosis intubasi 0,05 mg/kg selama 5 menit. Selama operasi dosis inisial 0,02 mg/kg diikuti 0,005 mg/kg. Dosis sama pada pasien muda dan tua.
Efek Samping dan pertimbangan anestesi
Tidak memiliki efek kardiovaskuler dan histamin release. Karena potensinya yang besar memiliki onset yang lebih lambat dibandingkan nondepol lainnya ( 4 – 6 menit). Durasinya sama dengan pancuronium ( 60 -90 menit).





5.      ALKURIUM (ALLOFERIN)
Merupakan sintetik toksiferin, suatu alkaloid dari tanaman Strychnos toksifera. Bentuk keasan ampul 2 ml yang mengandung 10 mg alkuronium klorida. Larutan ini tidak dapat dicampur dengan thiopental.
Mula kerjanya terjadi pada 3 menit untuk selama 15-20 menit. Tidak bersifat pelepas histamine jaringan, tidak menghambat ganglion simpatik sehingga dapat menyebabkan hipotesi terutama pada pasien dengan penyakit jantung. Dapat juga berpotensi ringan dengan N2O, Thiopental, dan analgeti narkotik. Ekskresi terjadi 70% pada ginjal dalam bentuk utuh dan sebagian kecil melalui empedu.
Dosis
Dosis yang diberkan pada relaksasi pembedahan 0,15mg/kgBB/IV dewasa dan 0,125-0,2 mg/kgBB/IV pada anak-anak. Sedangkan dosis pada intubasi trakea 0,3 mg/kgBB/IV.

6.      GALLAMIN
Obat pelumpuh otot non depolarisasi sintetik. Lama kerja obat berkisar 15-20 menit. Mula kerja sangat berhubungan dengan aliran darah otot. Mempunyai efek yang lemah pada ganglion saraf dan tidak menyebabkan pelepasan histamine, memilikisifat seperti atropine yaitu menyebabkan takikardia walaupun pada dosiskecil 20 mg. karena itu gallamin cukup baik dipakai bersama anestetik halotan. Kenaikan tekanan darah dapat terjadi, tetapi ringan. Gallamin dapat menembus sawar darah plasenta, tetapi tidak sampai mempengaruhi kontraksi uterus. Eresi gallamin terjadi diginjal, dan sebgian ecil diempedu.
Penggunaan dalam klinik :
·         Memudahkan intubai trakea   : 80-100mg/IV ditunggu selama 2-3 menit
·         Relaksasi pembedahan            : 2 mg/kgBB/IV, pada dosis besar 40mg jarang sampai menimbulkan paralisis diafragma dan pasien dapat tetap bernafas spontan walaupun sebagian otot rangka mengalami kelumpuhan. Tehnik seperti ini sering dipakai untuk prosedur ginekologik.
·         Sebagai profilaksis bradikardi selama anesthesia umum, misalnya pada pembedahan bula mata.


Kontaindikasi :
·         Pasien dengan takikardia, aritmia, hipotensi, hipoventilasi dan apnue
·         Fungsi ginjal yang buruk atau ancaman gagal ginjal
·         Dapat berakibat pada musculoskeletal apabila pemberian tidak adekuat dan pemberian diperpanjang.

7.      ATRACURIUM
Struktr fisik
Memiliki quaternary group, struktur benzylisoquinolone mempengaruhi terhadap degradasinya. Obat ini campuran 10 steroisomer. Atracurium adalah obat pelumpuh otot dengan masa kerja yang relatif singkat, ini disebabkan karena pengubahan bentuk quaternary ammonium menjadi tertiary amine yang terjadi secara spontan dalam plasma (dikenal dengan reaksi Hoffman). Reaksi ini meningkat bila terjadi kenaikan pH darah, misalnya pada penderita dengan hiperventilasi. Reaksi lain yang berperan dalam penurunan konsentrasi atracurium dalam sirkulasi adalah hidrolisis ester oleh plasma esterase. Pada kenyataannya reaksi hidrolisis ester merupakan cara metabolisme utama dari atracurium, namun reaksi Hoffman memberikan suatu keamanan pada pemakaian atracurium untuk penderita dengan kelainan fungsi hati maupun ginjal.
Metabolisme dan Ekskresi
Tidak tergantung fungsi ginjal dan hati. Kurang dari 10% dieksresi tidak berubah dengan jalur ginjal dan hepar. Poses yang mempengaruhi :
a)      Ester Hydrolisis
Dikatalisasi oleh nonspesifik esterase, bukan oleh asetilkolinesterase atau pseudokolinesterase.
b)      Hofmann Elimination
Spontan nonenzim tergantung pH fisiologis dan suhu.
Dosis
0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25 mg/kg initial, lalu 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit efektif menggantikan bolus. Lebih cepat durasinya pada anak dibandingkan dewasa.
Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8OC, potensinya hilang 5 -10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan. Digunakan dalam 14 hari bila terpapar suhu ruangan.
Efek samping dan Pertimbangan Klinis
Histamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kg
1)      Hypotensi dan Takikardi
Tidak memberikan efek terhadap jantung apabila dosis kurang dari 0,5 mg/kg dapat menyebabkan hilangnya resistensi vaskuler dan peningkatan cardiac index karena pelepasan histamin. Dicegah dengan pemberian yang pelan-pelan
2)      Spasme Bronkus
Dihindarkan pada pasien asma
3)      Toksisitas Laudanosine
 Laudanosine, tertier amin produk dari hoffman eliminasi dan dihubungkan dengan eksitasi sistem saraf sentral, peningkatan mac dan presipitasi kejang. Terjadi bila diberikan pada dosis besar atau adanya gangguan fungsi hepar. Dimetabolisme di hepar dan dieksresi melalui urin dan empedu.
4)      Suhu dan Sensitivitas terhadap pH
Durasi meningkat pada hipotermi dan pH asidosis.
5)      Inkompatibilitas kimia
Menjadi asam yang bebas bila disatukan dengan obat yang alkali seperti thiopental.
6)      Reaksi Alergi
Jarang terjadi. Mekaisme karena imunogenitas dan acrylate mediated reaksi imun. Berhubungan dengan Ig-E. Reaksi terhadap acrylate terjadi pada saat hemodialisa.

8.      VECURONIUM
Struktur fisik
Pancuronium tanpa quaternary methyl group. Vecuronium mempunyai rumus bangun yang menyerupai pancuronium, namun mempunyai masa kerja yang lebih singkat, sekitar setengah kali masa kerja pancuronium.


Metabolisme dan eksresi
Tergantung dari eksresi empedu dan ginjal. Pemberian jangka panjang dapat memperpanjang blokade neuromuskuler. Karena akumulasi metabolit 3-hidroksi, perunbahan klirens obat atau terjadi polineuropati.
Faktor risiko wanita, gagal ginjal, terapi kortikosteroid yang lama dan sepsis.  Efek pelemas otot memanjang pada pasien AIDS . Toleransi dengan pelemas otot memperpanjang penggunaan.
Dosis
Dosis intubasi 0,08 – 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01 mg/kg setiap 15-20 menit. Drip 1 – 2 mcg/kg/menit.
Umur tidak mempengaruhi dosis . Dapat memanjang durasi pada pasien post partum. Karena gangguan pada hepatic blood flow.Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.
Efek samping dan manifestasi klinis
1)      Jantung
Dosis sampai 0.28 mg/kg tidak berefek pada jantung.
2)      Gangguan hati
Tidak terpengaruh pada pasien sirosis kecuali dosis sampai 0,15 mg/kg dapat memperpanjang durasi.

9.      ROCURONIUM
Struktur Fisik
Analog steroid monoquaternary seperti vecuronium, tapi onsetnya lebih cepat.
Metabolisme dan eksresi
Eliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak terpengaruh oleh kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar berat dan kehamilan.baik untuk infusan jangka panjang (di ICU). Pasien orang tua menunjukan prolong  durasi.
Dosis
Potensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 – 0,9 mg / kg iv untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil 0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant ; 2 mg/kg untuk anak kecil) adekuat pita suara dan paralisis diafragma untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3 – 6 menit dapat kembali sampai 1 jam. Untuk drip 5 – 12 mcg/kg/menit. Dapat mamanjang pada pasien orang tua.
Efek samping dan manifestasi klinis
Onset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal. Diberikan 20 detik sebelum propofol dan thiopental. Rocuronium ( 0,1 mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk prekurasisasi sebelum suksinilkolin. Ada tendensi vagalitik.

10.  CISATRAKURIUM
Steroisimer atrakurium 4 x lebih poten. Atracurium 15 % cisatrakurium
Metabolisme dan eksresi
Degradasi di plasma tergantung pH fisiologis dan suhu oleh Hofmann Eliminasi. Hasil metabolitnya(monoadequaternary acrylate dan laudanosine) tidak memiliki efek pelmas otot. Metabolisme dan eliminasi tidak tergantung fungsi hati dan ginjal. Usia tidak mempengaruhi kerja.
Dosis
0,1 – 0,15 mg/kg selama 2 menit untuk intubasi. Infus rata-rata 1,0 – 2,0 mcg/kg/menit. Equipoten dengan vecuronium dan lebih poten dari atracurium. Harus disimpan didalam kulkas (2-8OC) dan harus digunakan paling lambat 21 hari setelah terpapar suhu ruangan.
Efek Samping dan pertimbangan klinis
Berbeda dengan atrakurium, tidak ada histamin dalam plasma. Tidak mempengaruhi denyut jantung atau tekanan darah, atau efek otonom, walaupun dosisnya 8 kali ED95.

11.  MIVACURIUM 
Struktur Fisik
Derivat benzylisoquinoline
Dimetabolisme oleh pseudokolinesterase. Dapat terjadi efek yang memanjang pada pasien dengan level pseudokolinesterase yang sedikit. Karena atipikal homozigot tidak dapat memetabolisme mivacurium maka blokade dapat bertahan 3-4 hari. Edrophonium lebih efektif dalam mereverse mivacurium dibandingkan neostigmin. Walaupun mivakurium metabolismenya dan eksresinya tidak tergantung ginjal dan hati tapi pada pasien dengan kelainan hati dan ginjal pada pasien hamil dapat memperlama kerja mivakurium.
Dosis
Dosis intubasi 0,15-0,2 mg/kg. dosis infuse dapat ditingkatkan menjadi 4-10 mcg/kg/menit. anak- anak memerlukan dosis yang lebih besar dibandingkan dewasa. Mivakuranium memiliki shelf-life 18 bulan bila disimpan pada suhu ruangan.
Efek samping dan pertimbangan klinis
Efek pada jantung dikurangi dengan penyuntikan yang lambat lebih dari 1 menit. Pasien dengan kelainan jantung dpat menurun tensinya bila diberikan dosis lebih besar dari 0,15 mg/kg. onsetnya (2-3 Menit) durasinya (20-30 menit) 2 – 3 kali lebih lama dibandingkan fase 1 pada suksinilkolin.. anak onset dan dutasi lebih cepat dibandingkan dengan dewasa. Cepatnya waktu kerja dapat diperlama dengan diberikan pancuronium sebelumnya.

RELAKSAN LAINNYA
Pelemas otot terutama dari minat historis yang manapun tidak lagi secara klinis dinggunakan. Mereka termasuk tubokurarina, metocurine, gallamine, alcuronium, rapacuronium, dan decamethonium. Tubokurarina, otot yang pertama relaxant menggunakan secara klinis, sering kali menghasilkan tekanan darah rendah dan kontraksi cepat jantung melalui pelepasan; pembebasan histamin; kemampuan nya untuk menghalangi ganglia autonomic berasal dari arti penting yang sekunder. Pelepasan histamin dapat juga menghasilkan atau memperburuk bronkospasme. Tubokurarina bukanlah metabolized dengan mantap dan penghapusan nya terutama berkenaan dengan ginjal dan secondarily biliary. Metocurine, suatu agen yang berhubungan erat,   dari efek samping dari tubokurarina. Itu adalah terutama tergantung di fungsi ginjal untuk penghapusan. Pasien-pasien alergi yodium (misalnya, shellfish alergi-alergi) bisa memperlihatkan hipersensitivitas pada persiapan-persiapan metocurine sebagai mereka juga berisi iodid. Gallamine mempunyai kekayaan vagolytic kuat dan adalah sama sekali tergantung di fungsi ginjal untuk penghapusan. Alcuronium, suatu akting panjang nondepolarizer dengan kekayaan vagolytic yang lembut, adalah juga terutama tergantung di fungsi ginjal untuk penghapusan. Rapacuronium mempunyai suatu serangan yang cepat tindakan, efek samping cardiovasculer minimal, dan suatu durasi kerja yang pendek. Itu menarik mundur oleh pabrikan mengikuti beberapa laporan-laporan dari bronkospasme yang serius, termasuk beberapa kematian-kematian yang tak diterangkan. Pelepasan; pembebasan histamin mungkin telah suatu faktor. Decamethonium adalah satu agen depolarizing yang lebih tua.
Secara umum pemilihan pelumpuh otat berdasarkan hal berikut :
1.      Gangguan faal ginjal   : atrakurium dan vekurorium
2.      Ganggual faal hati       : atrakurium
3.      Miastenia gravis          : dosis 1/10 atrakurium



Tidak ada komentar:

Posting Komentar